Pekanbaru - 1000 warga binaan Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Pekanbaru melaksanakan skrining gejala dan rontgen dada untuk mendeteksi penyakit Tuberkulosis (TBC). Kegiatan skrining ini dilaksanakan selama lima hari sejak 11 Agustus hingga 16 Agustus 2023 mendatang. Sebagai langkah pencegahan, skrining TBC ini juga merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Ditjen Pemasyarakatan tentang Skrining TBC dengan Intervensi Rontgen Dada yang bertujuan untuk mengoptimalkan angka penemuan kasus TBC secara aktif dan masif pada kelompok komunal yg berisiko tinggi/rentan terhadap penularan/penyebaran di dalam komunitas khususnya Lapas/Rutan.
Kegiatan tersebut merupakan kerja sama dengan Rutan Kelas I Pekanbaru bersama Puskesmas Rejosari serta Pelaksana Rontgen dari PT Tirta Medika Centre. Turut hadir juga Kabid Yantahkesrehab Basan Baran Kemenkumham Riau Subakdo dalam pelaksanaan kegiatan skrining tersebut.
Subakdo juga menyampaikan bahwa kegiatan yang dilaksanakan ini merupakan Atensi dari pimpinan guna mengendalikan penyakit menular yang ada diseluruh Lapas/Rutan Se-Indonesia.
"Skrining ini terlaksana atas kerja sama Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Kesehatan yang melibatkan 374 Lapas, Rutan, dan LPKA di 33 Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM seluruh Indonesia," ujar Subakdo.
Karena itu, Subakdo sangat mengapresiasi kegiatan tersebut karena merupakan salah satu langkah antisipasi penularan dan penyebaran penyakit menular TBC di dalam lapas.
“Kami mengapresiasi Kemenkumham dan Kemenkes dalam hal ini Ditjenpas yang telah menginisiasi kegiatan ini karena lapas merupakan salah satu tempat yang mempunyai risiko tinggi penularan penyakit TBC,” imbuhnya.
Perlu diketahui bahwa berdasarkan data World Health Organization pada Global TB Report Tahun 2022, Indonesia merupakan peringkat kedua negara dengan beban TBC tertinggi di dunia setelah India. Perkiraan jumlah kasus baru TBC di Indonesia mencapai 969.000 atau sekitar 354 kasus per 100.000 penduduk.
“Tahanan, narapidana, dan Anak Binaan memiliki risiko 5-70 kali lebih tinggi daripada populasi umum,” tutur Elly selaku Direktur Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi Ditjen PAS.
